Pagi itu di hari Jumat, cuaca cukup mendukung untuk
berangkat ke sekolah. Dengan pakaian olahraga, aku diantar Ayahku menggunakan
sepeda motor ke sekolah. Dalam perjalanan, aku merasakan hawa dingin yang tidak
enak dan seketika itu pula bulu kudukku berdiri tanpa kutahu sebabnya.
Seperti biasa, sebelum memasuki gerbang sekolah, tak lupa
aku pamitan dan mencium tangan Ayahku terlebih dahulu. Memasuki gerbang
sekolah, hawa tak enak yang sedari tadi menghantuiku diperjalanan semakin menjadi-jadi.
Semakin cepat aku melangkah, semakin tak enak pula hawanya. Hingga pada
saatnya, aku terkejut setengah mati dengan apa yang kulihat. Ada seorang lelaki
yang tewas mengenaskan didepanku. Kepalanya hampir pecah dengan darah yang
bercucuran dan darah itu mengenai tepat di telapak sepatuku. Kejadian itu
terjadi tepat di lapangan sepakbola yang ada di sekolahku. Menyeramkan memang !
Karena hanya aku yang bisa melihat kejadian itu, sementara yang lain tidak bisa
melihatnya dengan kasat mata.
Kembali aku melangkah dengan cepat menuju kelas. Aku merasa
tidak enak badan disekujur tubuh. Hingga pada akhirnya, sekujur tubuhku mulai
terserang demam yang cukup tinggi. Teman-teman yang lain membujukku untuk
istirahat di UKS. Namun, aku tak mau karena tak ingin ketinggalan pelajaran.
“ Aku antar ke UKS ya, Raa. Biar bisa istirahat. “ bujuk
salah satu temanku. Aku hanya menggelengkan kepala.
Tet . . tet . . tet . . Bunyi bel tanda pulang sekolah telah
berbunyi. Dengan lemas aku berjalan dengan dibopong oleh salah satu temanku.
Sesampai di rumah, aku hanya bisa terbaring lemah karena sakit yang tiba-tiba
itu. Kemudian, aku ceritakan apa yang kulihat tadi pagi di sekolah kepada orang
tuaku.
“ Ma, tadi Raraa lihat ada cowok yang meninggal di lapangan
sepakbola sekolah. Kepalanya ngeriii . . hampir pecah dan darahnya mengenai
tepat di sepatu Raraa. “ ungkapku lemah.
“ Kenapa nggak di tolong ? “ tanya mamaku kaget.
“ Gimana mau nolong. Orang dianya bukan dari alam kita. “
jelasku. Barulah mama mengerti. Kata mama, mungkin sakitku ini karena efek
melihat peristiwa di sekolah tadi.
Ya, memang ! Aku punya penglihatan yang jarang dipunyai
orang. Tapi, kadang aku takut dengan pemberian Tuhan yang satu ini. Apakah aku
harus mensyukurinya atau membuangnya jauh-jauh ? Aku ingin hidup normal
layaknya anak-anak yang lain, bukan abnormal seperti yang ada pada diriku ini.
Setiap ada kejadian mengerikan di sekolah, entah itu
kesurupan, kerasukan, atau apalah namanya. Aku selalu mengetahui siapa
“orang-orang” yang berani merasuki teman-temanku itu. Hanya saja aku bungkam,
aku tak ingin dijauhi oleh teman-teman karena ketidaknormalanku ini. Aku tak
ingin teman-teman menganggapku orang yang aneh karena ini lah, itu lah. Aku
berusaha bersikap normal, walaupun aku tahu aku tak bisa terus-terusan
menyimpan dan menyembunyikan semua ini.
***
Hari itu di sekolah, adalah hari pembagian raport kenaikan
kelas. Dengan gugup aku menunggu pembagian itu. Namun, nilai-nilai di raport
membuatku enggan berkomentar apa-apa.
“ Kok bisa nilaiku jadi serendah ini ? “ tanyaku dalam hati
tanpa kutahu jawabannya.
Dan pembagian jurusan pun telah diumumkan. Aku mendapat
jurusan Bahasa, jurusan yang memang aku minati pada saat kelas X (Sepuluh).
Bertemu teman-teman baru yang tidak selokal pada saat kelas X (Sepuluh),
menjadikan sensasi tersendiri didalam kelas kami. Perlahan-lahan, ku mulai
akrab dengan teman-teman baruku ini. Kadang tertawa bersama, kadang juga
menangis bersama-sama.
***
Pada bulan Ramadhan tahun 2012. Aku dan teman-teman
mengikuti pesantren kilat seharian. Dari jam 08.00 pagi hingga habis Maghrib
kami hanya ada di sekolah. Saking ramainya kami ngumpul-ngumpul, tak terasa
waktu berbuka puasa akan tiba. Seluruh murid disuruh masuk ke dalam aula untuk
membaca Ayat Suci Al-Quran bersama-sama. Waktu berbuka pun tiba, kami kembali
ke kelas untuk makan bersama. Waktu itu, keadaan koridor sekolah lumayan gelap.
Hanya beberapa kelas yang terlihat terang.
Aku dan teman-teman yang lain bersama-sama menuju ke kelas
yang letaknya paling ujung. Entah karena apa, saat itu hatiku mulai merasakan
sesuatu yang lain. Perasaan yang campur aduk. Semakin ku tepis, semakin
mengerikan saja keadaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar